Sejarah

Pertanyaan

Ceritakan secara singkat bagaimana reaksi pada tokoh politik setelah DPR dibubarkan soekarno tahun 1960

2 Jawaban

  • Akibat kebijakan luar negeri yang semacam itu, utang-utang negara bertambah besar. Sementara itu, ekspor barang ke luar negeri semakin menurun. Devisa negara juga semakin menipis. Oleh karena itu, sering terjadi bahwa beberapa negara tidak mau lagi berhubungan dagang dengan Indonesia karena utang-utangnya tidak dibayar. Di dalam negeri, situasi keuangan yang buruk ini mengganggu produksi, distribusi, dan perdagangan. Masyarakatlah yang akan mengalami kerugian dari praktik perdagangan dan perkreditan luar negeri ini.
  • Bung Karno dalam dekritnya kembali ke UUD 45 sekaligus telah membubarkan konstituante (MPR) hasil Pemilu 1955. Dengan alasan lembaga tertinggi negara ini telah menolak usulnya untuk memberlakukan kembali UUD 45. Anjurannya ini disampaikan 25 April 1959. Dekrit Presiden ini telah mendapat dukungan pihak militer. Yang sejak Oktober 1952 memang telah mendesaknya untuk memberlakukan kembali UUD 45. Pihak militer dibawah pimpinan KSAD Jenderal Nasution sendiri yang memimpin demo ke Istana ketika itu.
    Hanya 5 hari setelah dekrit 5 Juli 1959, Bung Karno telah membentuk kabinet kerja pertama. Ia kemudian membentuk DPA dengan Bung Karno sendiri sebagai ketua. Kemudian dibentuknya Front Nasional.
    Sekalipun Parlemen (DPR) hasil Pemilu 1955 pada 22 Juli telah menyatakan kesediannya untuk bekerja terus dibawah UUD 45, tapi 5 Maret 1960 Bung Karno membubarkannya. Dengan alasan DPR tidak mau mendukung Demokrasi Terpimpin, sementara RAPBN 1961 tidak mendapat dukungan dari wakil-wakil rakyat ini. Ia pun membentuk DPR-GR (Gotong Royong) pada 27 Maret 1960.
    Dengan istilah ‘meretul’ DPR, sasaran utamanya DPR-GR adalah membuat ‘wakil-wakil rakyat’ ini sekedar sebagai ‘pembantu’ Presiden. Kemudian mengakhiri eksistensi partai-partai politik yang oposional, serta mengikat semua parpol dalam Front Nasional. (Dr AH Nasution: ”Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5 : Kenangan Masa Orla.”).
    Kalau Dekrit 5 Juli 1959 mendapat dukungan Menteri Keamanan Nasional/KSAD Jenderal Nasution, tidak demikian saat pembubaran DPR hasil Pemilu 1955. ”Saya tidak ikut dalam penggarapan DPR ini. Tapi mendadak saya terkejut ketika menerima rencana susunan DPR yang oleh Presiden dijadikan DPR-GR,” Nasution dalam bukunya itu.

Pertanyaan Lainnya